Pengertian Pinangan
Pinangan atau lamaran ialah permintaan seorang laki-laki kepada perempuan pilihannya agar bersedia menjadi istrinya, baik dilakukan sendiri secara langsung maupun melalui orang kepercayaannya. Pinangan merupakan akad nikah. Hal ini dilakukan agar pernikahannya nanti benar-benar berdasarkan data dan keterangan yang nyata, sehingga kelak tidak terjadi penyesalan atau hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Pinangan bisa dilakukan apabila memenuhi dua syarat:
a. Perempuan yang bersangkutan belum dipinang oleh laki-laki lain secara syar’i
Perembuan yang telah dipinang secara sah oleh laki-laki lain tidak boleh dipinang, sebagaimana disabdakan oleh Rosulullah SAW:
4746 – حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ سَمِعْتُ نَافِعًا يُحَدِّثُ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ يَقُولُنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ
“Sesama mukmin adalah bersaudara, maka baginya tidak halal menawar barang yang telah ditawar (dibeli) oleh saudaranya dan tidak halal meminang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya, kecuali bila saudaranya telah membatalkan pinangan.” (Al Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
b. Tidak ada halangan syar’i antara yang dipinang dengan peminang
Yang dimaksud dengan halangan-halangan syar’i antara lain
1) Perempuan yang bersuamai
2) Perempuan yang haram dinikahi (muhrim)
3) Perempuan yang masih menjalani masa iddah, baik karena ditinggal mati suaminya atau karena dithalaq (dicerai)
2. Kode Etik Meminang
Meminang seseorang perempuan hendaknya dilakukan dengan cara yang sopan sesuai tuntunan dan adat setempat. Pihak laki-laki sebaiknya diwakili oleh orang tua atau walinya, demikian pula pihak perempuan. Sedangkan ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh peminang, antara lain:[16]
Peminang boleh melihat perempuan yang dipinang
Melihat perempuang yang dipinang berfungsi memberikan jaminan kelangsungan hubungan suami istri. Hal ini diriwayatkan dalam hadits:
“Ketika Muhirah bin Syu’bah berkeinginan utuk menikahi seseorang perempuan, Nabi SAW bersabda kepadanya: “Pergilah untuk melihat perempuan itu, karena dengan melihat ia akan memberikan jaminan bagi kelangsungan hubunganmu berdu”a. Dia melaksanakannya, lalu menikahinya. Di kemudian hari ia menceritakan tentang kerukunan dirinya dengan perempuan tersebut”. (Al Hadits Riwayat Ibnu Majah, An Nasa’i, dan At Tirmidzi)
Peminang boleh melihat perempuan yang dipinangnya dengan ketentuan:
- Si pemingan telah benar-benar mantap hendak menikahi perempuan yang dipinangnya.
- Bagian yang dilihat bukan aurat perempuan, seperti wajah, telapak tangan dan telapak kaki, kecuali urat kaki yang berada di atas tumit. Dan apabila peminang ingin mengetahui anggota badan pinangannya selain wajah, telapak tanggan, urat besar di atas tumit, hendaknya menanyakan kepada saudara dekatnya.
Mengenali sifat-sifat perempuan yang dipinangnya
Melihat perempuan yang dipinangnya, agar dapat mengetahui cantik atau tidaknya perempuan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui sifat-sifat yang berkenaan dengan akhlak dan ketaatan beribadahnya, bisa ditanyakan kepada beberapa sahabat atau orang orang dekat yang dipercayainya.
Ketika meminang tidak disertai niat untuk membatalkan pinangannya
Pinangan memang baru merupakan pendahuluan sebelum menuju jenjang pernikahan, tetapi ketika meminang disertai dengan niat coba-coba saja atau niat hendak jangan sampai dibatalkan saja. Karena itu, sebelum melangsungkan pinangan hendaknya telah benar-benar mantap berniat hendak menikahinya.
Apabila kemudian hari ternyata ditemukan hal-hal prinsip yang memaksa pinangannya harus dibatalkan, barulah hal ini boleh dibatalkan.
Peminang tidak dibenarkan berjabat tangan sebelum akad nikah
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Tangan Rasulullah SAW sama sekali belum pernah menyentuk tangan perempuan ketika mengadakan bai’at. Sesungguhnya bai’at beliau kepada mereka hanyalah berupa ucapan”. (Al Hadits Riwayat Al Bukhari).
Peminang dilarang menyendiri atau pergi berdua bersama perempuan yang dipinangnya
Rasulullah SAW bersabda:
“Ingatlah, seseorang laki-laki dilarang menyendiri bersama seseorang perempuan. Dan perempuan pun dilarang berpergian kecuali bersama muhrimnya”. (Al Hadits Riwayat Al Bukhari dan Muslim)
“Janganlah sekali-kali seseorang laki-laki menyendiri bersama seseorang perempuan yang tidak halal baginya, karena orang ketiganya adalah syetan, kecuali bersama muhrimnya”. (Al Hadits Riwayat Ahmad).
Kode Etik Menerima Pinangan[17]
Setelah kita tahui bersama tentang tata cara meminang dengan baik, tentunya ada beberapa poin yang harus kita ketahui dalam menerima pinangan seseorang sebagai antisipasi pihak perempuan agar tidak ada penyesalan dikemudian hari
Adapun poin-poin yang harus diketahui antara lain:
- Perempuan melihat dan mengenali sifat-sifat peminang
Untuk mengetahui sebagian dari kriteria peminang, perempuan terpinang boleh melihatnya dalam batas-batas tertentu.adapun untuk mengetahui hal-hal yang bersifat pribadi, seperti akhlak dan tingkat ketaatan beragamanya, kesehatannya, dan lain-lain bisa bertanya kepada beberapa teman dekatnya atau kepada dokter.
- Orang tua atau wali berhak memberikan pertimbangan yang baik
Orang tua atau wali perlu mengetahui sifat-sifat peminang, apakah dia termasuk mimiliki kriteria calon suami yang baik atau tidak. Kemudian merundingkan atau meminta izin kepada perempuan yang bersangkutan, juga kepada saudara-saudaranya.
Rasulullah bersabda:
“Seseorang janda tidak dinikahkan kecuali dengan perundingannya dan seorang gadis tidak dinikahkan kecuali dengan dimintakan izin. Sahatab bertanya: Bagaimanakah izinnya ya Rasulullah? Jawab Nabi: sekiranya gadis itu diam(berarti dia mengizinkan)”. (Al Hadits Riwayat Al Bukhari).
- Perempuan dilarang menyendiri atau berpergian berdua bersama laki-laki pinangannya.
Dalam hal ini orang tua atau wali ikut bertanggug jawab, agar perempuan yang ada dalam pinangan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Jangan sampai mereka berdua menyendiri tanpa seorang muhrim atau pergi berdua. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperhatikan dan mengawasi gerak gerik mereka dan kedua orang tua atau walinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar