Hadist Tentang Etika Peserta Didik dan Relasi Peserta Didik Dengan Guru Dalam Pendidikan Islam
Islam mengajarkan untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Sebagaimana tercantum dalam hadits nabi :
Artinya
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)
Konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi bersabda :
“Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu Majah 2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)
Menurut Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya (hulpeoosheid). Dalam Al-Quran dijelakan:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(QS. An-Nahl: 78)
Manusia memepunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.
Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
Artinya: “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membaa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim).
a. Menjadikan diri guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Anak memandang pendidik sebagai figure terbaik, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan dan tindak-tanduk guru akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.
Allah SWT telah mengajarkan — dan Dia adalah peletak metode samawi yang tiada taranya — bahwa Rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia, adalah seorang pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan akhlak yang terpuji. Allah mengutus Nabi Saw sebagai teladan yang baik bagi kaum muslimin sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap saat dan tempat, sebagai pelita yang menerangi dan purnama yang memberi petunjuk. Allah berfirman dalam surat al-Ahzab/33 ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة
Artinya:
Sesumngguhnya telah ada pada( diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik.
Dalam al-Ahzab/33 ayat 45-46 disebutkan sebagai berikut:
يا ايها النبي انا ارسلناك شاهدا ومبشرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا
Artinya:
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepad agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerang.
Allah meletakkan pada diri Nabi yang mulia suatu bentuk yang sempurna bagi metode pendidikan yang islami, agar menjadi gambaran yang hidup dan abadi bagi generasi-generasi umat selanjutnya dalam kesempurnaan akhlak dan universalitas keagungan kepribadian.
Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا عبد الرزاق عن معمر عن قتا دة عن زرارة عن سعد بن هشام قال سالت عاءشة فقالت اخبرني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: كان خلقه القران
Artinya:
…Akhlaknya adalah al-Qur`an.
Ungkapan Aisyah tersebut tentu tidak mengherankan karena karena Allah Yang Maha Sucilah yang telah mendidiknya secara langsung dalam suasana pendidikan yang mulia.
b. Berbicara kepada murid dengan lembut dan wajah senyum
Nabi Saw mengajarkan supaya memilih kata-kata yang santun ketika berbicara kepada siapa pun, apalagi kepada murid-murid yang mendengarkan penyampaian ilmu dari seorang guru. Tindakan yang demikian akan berakibat dilecehkannya seorang guru oleh murid. Kata-kata yang indah dan menyentuh kalbu justru akan membekas lama dalam hati murid, dan akan membimbingnya dengan efektif. Rasulullah Saw bersabda:
حدثنا هناد حدثنا عبدة عن محمد بن عمر وحدثني ابي عن جدي قال: سمعت بلال بن الحرث المزني صاحب رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ان احدكم ليتكلم بالكلمت من رضوان الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله له بها رضوانه الى يوم يلقاه وان احدكم ليتكلم بالكلمت من سخط الله ما يظن ان تبلغ ما بلغت فيكتب الله عليه بها سخطه الى يوم يلقاه
Artinya:
Sesungguhnya di antara kalian ada yang mengucapkan kata-kata (baik) yang diridhai Allah, dan tidak tahu kadar derajat kemuliaan kata-kata itu.Maka dengan kata-kata tersebut, Allah melimpahkan ridha-Nya kepada orang itu hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat). Dan sesungguhnya di antara kalian ada yang mengucapkan kata-kata (buruk) yang dimurkai Allah, dan dia tidak tahu kadar derajat kehinaan kata-kata itu. Maka dengan kata-kata tersebut Allah menetapkan murka-Nya kepada orang tersebut hingga hari perjumpaan nanti (Hari Kiamat).
Seorang guru ketika menyampaikan ilmu dan melakukan interaksi edukatif kepada murid-muridnya hendaklah dengan raut wajah yang tulus dan senyum. Rasulullah Saw menjadi contoh sempurna tentang hal ini. Perihal senyum Rasulullah, Abu Darda` berkata:
حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا زكريا بن عدي انا بقية عن حبيب بن عمر الانصاري عن شيخ يكني ابا عبد الصمد قال سمعت ام الدرداء نقول: كان ابو الدرداء اذا حدث حديثا تبسم فقلت لا يقول الناس انك اي امحق فقال: <ما رايت او ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث حديثا الا تبسم>
Artinya:
Tidak pernah saya melihat atau mendengar Rasulullah Saw mengatakan suatu perkataan kecuali sambil tersenyum.
Jabir r.a. juga mengatakan sebagai berikut:
حدثنا احمد بن منيع حدثنا معاوية بن عمر وحدثنا زاءدة عن اسماعيل بن ابي خالد عن قيس عن جرير قال: <ما حجبني رسول الله صلى الله عليه و سلم منذ اسلمت ولا راني الا تبسم>
Artinya:
Rasulullah Saw tidak pernah terpisahkan dariku sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah melihatku kecuali sambil tersenyum.
Perkataan lembut bahkan dapat melembutkan hati yang keras. Sebagai contoh, Nabi Musa dituntun oleh Allah SWT agar menyampaikan perkataan yang lembut untuk menyampaikan pesan kebenaran kepada Fir’aun yang kejam. Allah berfirman dalam surat Taha/20 ayat 43-44:
هذهبا الى فرعون انه طغى () فقولا له قولا لينا لعله يتذكر او يخشى
Artinya:
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka bicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.
Di samping itu, seorang guru juga tidak boleh tergesa-gesa dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada para siswa. Karena hal ini akan membuat mereka sukar memahami dan mencerna perkataan guru. Hal ini sebagaimana hadis yang berasal dari Aisyah sebagai berikut:
حدثنا سليمان بن داود المهري أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب أ عروة بن الزبير حدثه
: أن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قالت ألا يعجبك أبو هريرة ؟ جاء فجلس إلى جانب حجرتي يحدث عن رسول الله صلى الله عليه و سلم يسمعني ذلك وكنت أسبح ( أسبح أرادت أنها كانت تتنفل ) فقام قبل أن أقضي سبحتي ولو أدركته لرددت عليه إن رسول الله صلى الله عليه و سلم لم يكن يسرد الحديث مثل سردكم .
قال الشيخ الألباني : صحيح
Artinya:
…sesungguhnya Rasulullah Saw dalam berbicara tidak tergesa-gesa (hingga susah dipahami) seperti pembicaraan kalian.
c. Menunjukkan sikap lemah lembut dan kasih sayang kepada murid
Guru harus menunjukkan dirinya sebagai orang yang selalu memperhatikan dan mengupayakan kebaikan untuk para murid tanpa pamrih. Tidak membeda-bedakan mereka, meskipun latar belakang mereka sangat beragam. Kasih sayang guru tidak saja kepada murid yang patuh dan hormat, tetapi juga kepada murid yang nakal. Guru dalam konteks kasih sayang ini tidak akan pernah merasakan terhina dan rendah diri dihadapan guru. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr/59 ayat 9:
ويؤثرون على انفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فاولئك هم المفلحون
Artinya:
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Nabis SAW juga mengingatkan agar pendidik menunjukkan sikap lemah lembut kepada murid. Bukhari meriwayatkan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها أَنَّ يَهُودَ أَتَوُا النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ . فَقَالَتْ عَائِشَةُ عَلَيْكُمْ ، وَلَعَنَكُمُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ . قَالَ « مَهْلاً يَا عَائِشَةُ ، عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ »
Artinya:
…hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras serta keji.
Dalam hadis lain, al-Ajiri meriwayatkan:
عرفوا ولا تعنفوا
Artinya:
Bersikaplah ma’ruf (baik) dan jangan kalian bersikap keras.
Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, bahwa Rasulullah mengutusnya bersama Mu’adz ke Yaman, lalu beliau bersabda kepada mereka:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَهُ مِنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِى بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعَثَهُ وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ لَهُمَا « بَشِّرَا وَيَسِّرَا وَعَلِّمَا وَلاَ تُنَفِّرَا ».
Artinya:
…Gembirakan dan permudahlah. Ajarkanlah ilmu dan janganlah kalian berlaku tidak simpati.
d. Sikap memuliakan, menghormati dan tawadhu’ kepada guru
Sebagai murid, maka guru harus diperlakukan lebih dari orang pada umumnya. Hal ini karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi. Para guru mewariskan kepada para muridnya ilmu, yang membuat murid mencapai pribadi utama. Nabi SAW mengatakan, dengan diwariskannya ilmu kepada murid, maka murid mendapat keberuntungan yang sangat besar. Nabi Saw bersabda:
أخبرنا يعقوب بن إبراهيم ثنا يزيد بن هارون ثنا الوليد بن جميل الكتاني ثنا مكحول قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم ثم تلا هذه الآية { إنما يخشى الله من عباده العلماء } إن الله وملائكته وأهل سماواته وأرضيه والنون في البحر يصلون على الذين يعلمون الناس الخير
…Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada di dalam tanah (di tempat tinggalnya) dan ikan hiu yang ada di dasar laut mendo’akan kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.
Peran guru begitu besar untuk mengangkat murid dari kejahilan. Oleh karena itu sangat pantas mereka mendapat penghormatan dari murid-muridnya. Guru (bahasa Arab: mu’allim) bagaikan mengalirkan samudera ilmu di atas bumi yang tandus, dan membuat bumi jadi subur, dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan hijau, sehingga menghasilkan buah-buahan yang matang
Abuddin Nata dan Fauzan mengatakan bahwa murid hendaklah menghormati, memuliakan dan mengagungkannya karena Allah, dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara yang baik. Murid juga mesti bersikap sopan dan mencintai guru karena Allah, selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat perkenan dari guru. Jika murid melakukan kesalahan kepada guru, maka segera mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar